“Tiada gunanya menjadi juara Asia, bahkan juara dunia sekalipun.”
Itulah kata-kata pamungkas Leni Haini (34) untuk menyimpulkan nasib
yang dialaminya kini. Leni adalah mantan atlet nasional yang dulu
prestasinya sangat bersinar dan telah mengharumkan nama bangsa sampai ke
tingkat internasional. Pada masa keemasannya, dia adalah atlet nasional
cabang olah raga perahu naga. Sederet prestasinya yaitu meraih 2 medali
emas dalam kejuaraan perahu naga Asia di Singapura 1996, 2 medali emas
dan 2 perak pada SEA Games 1997, 1 emas pada kejuaraan perahu naga Asia
di Taiwan 1998, dan 1 emas dan 3 perak pada SEA Games 1999.
Namun
kontras dengan prestasinya yang cemerlang di bidang olah raga, kini
Leni benar-benar terpuruk secara ekonomi. Masa muda Leni dihabiskan
dengan latihan dan latihan, menjadikan jenjang pendidikannya terabaikan.
Tanpa pendidikan yang memadai, akhirnya Leni harus menjalani hidup
dengan minimnya bekal pengetahuan dan ketrampilan yang mencukupi.
Akhirnya, Leni harus menjalani hidup dengan bekerja serabutan. Suaminya
sendiri, M Ikhsan, hanya petugas kebersihan di kompleks DPRD Jambi
denganb penghasilan Rp. 1 juta per bulan.
Sudah hidup miskin, kini anak ketiganya
Habibatul Fasihah (2 tahun 8 bulan) terbaring tanpa baju di kamar mes
Pemerintah Provinsi Jambi di Jalan Cidurian, Cikini, Jakarta, Kamis
(29/11). Sekujur tubuh anak itu melepuh dan memerah seperti tersiram air
panas. Banyak bekas luka di tubuhnya. Ada yang mulai mengering, ada
yang jadi koreng. Ia menuturkan, sebagai warga miskin, ia berhak
mendapat pelayanan kesehatan gratis lewat program Jaminan Kesehatan
Daerah. Namun, sebagai pasien miskin, Habibatul tak mendapat penanganan
maksimal.
Untuk
mendapatkan penanganan yang memadai bagi penyakit anaknya, Leni dan
Habibatul nekat berobat ke Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta,
Senin (26/11), dengan bantuan tiket pesawat dari seorang dermawan.
Selanjutnya kisah perjuangannya di Jakarta, dapat dibaca di sini.
Kekecewaan dan Dendam pada Dunia Olah Raga
Leni
bertutur, kesulitan yang ia hadapi saat ini berhubungan dengan pelatnas
jangka panjang yang ia ikuti. Janji yang diberikan oleh pengurus
provinsi Pengurus Besar Persatuan Olahraga Dayung Seluruh Indonesia
Jambi saat itu untuk menjamin pendidikan atlet-atletnya ternyata hanya
tinggal janji. Padahal untuk mengikuti pelatnas itu, Leni telah
meninggalkan pendidikannya baru dilaluinya di SMP. Akhirnya
pendidikannya pun terhenti.
Dan
janji manis untuk mendapatkan pekerjaan yang pernah terucap oleh wali
kota Jambi waktu pun kini tak bisa diharapkan lagi. Akibatnya, sebagai
ibu rumah tangga dengan bekal ijazah SD, Leni tidak memiliki kecakapan
apa pun. Akhirnya ia bekerja serabutan, untuk mencukupi kebutuhan
hidupnya.
Leni pun menyimpulkan seperti pada pembuka artikel ini, tiada gunanya menjadi juara Asia, bahkan juara dunia sekalipun. ”Tak
ada perhatian dari pemerintah, khususnya Pemprov Jambi. Saya sudah
mengharumkan Jambi melalui dayung. Saya sampai melarang anak saya jadi
atlet karena sakit hati,” ujarnya sambil menahan derai air mata.
Mempertanyakan Tanggung Jawab Pemerintah
Dipuja
saat berjaya, terlantar saat tidak berdaya. Begitulah kira-kira
ilustrasi nasib sebagian mantan atlet nasional yang dulu pernah
mengharumkan nama bangsa dan negara saat ini.
Lagu
Indonesia Raya berkumandang dan Merah Putih berkibar saat para mantan
olahragawan mengukir tampuk juara. Namun tampaknya kisah kejayaan
mereka hanya sesaat. Setelah turun dari panggung kejuaraan dengan
membawa berbagai medali dan beragam prestasi untuk Indonesia, nasib
mereka pun seringkali ternyata dilupakan. Kisah Leni Haini di atas
adalah salah satu dari sekian banyak atlet nasional yang terlupakan.
Beberapa contoh lain diantaranya:
- Suharto, atlet balap sepeda nasional asal Surabaya tapi sekarang justru berprofesi sebagai tukang becak. Padahal dia pernah merebut medali emas pada SEA Games 1979 di Malaysia untuk nomor “Team Time Trial” jarak 100 kilometer, bersama tiga rekannya saat itu, yakni Sutiono, Munawar Saleh, dan Dasrizal.
- Hasan Lobubun, mantan petinju juara nasional kelas Bantam Junior di tahun 1987, yang kini menjalani hidup yang sangat tragis. Ia harus mencari rejeki dengan mengais-ngais di tempat sampah dan tumpukan barang-barang bekas.
- Marina Segedi, mantan atlet pencak silat yang telah mempersembahkan medali emas saat SEA Games di Filipina tahun 1981. Sang juara itu pun harus berjuang keras membanting tulang untuk memenuhi kebutuhan keluarga dengan menjadi sopir taksi.
- Tentunya kita masih ingat Elyas Pical, mantan juara tinju dunia kelas bantam yunior versi IBF yang kemudian menjadi penjaga keamanan di sebuah diskotek di Jakarta.
- Dan masih banyak yang lain yang belum disebut atau belum terangkat oleh media.
Pertanyaannya,
lalu di manakah tanggung jawab pemerintah, dalam hal ini kemenpora?
Bagaimana pula tanggung jawab pemerintah daerah di wilayah atlet
tersebut tinggal? Tidak adakah peraturan pemerintah atau undang-undang
yang mewajibkan pemerintah untuk menjamin kelangsungan hidup mantan
atlet nasional yang telah mengharumkan nama bangsa? Tidakkah juga
pemerintah daerah dan DPRD tergerak untuk membuat Perda yang
memperhatikan nasib mantan atlet nasional di wilayahnya?
Bantuan untuk Leni Mulai Mengalir
Ketika
tadi pagi saya menyaksikan berita tentang nasib Leni Haini di TV One,
sungguh memprihatinkan nasib yang dialami Leni. Terlebih, saya tidak
tega melihat penyakit yang diderita anaknya Habibatul Fasihah. Ingin
rasanya membantu untuk meringankan bebannya, sesuai dengan kemampuan
saya.
Dan alhamdulillah, sejak Jumat sejak Jumat bantuan antara lain dari pembaca Kompas
untuk pengobatan anaknya mulai mengalir. Sekarang ia tidak khawatir
kehabisan uang selama tinggal di Jakarta. “Rencananya saya akan pulang
ke Jambi paling cepat minggu depan. Terima kasih atas bantuan yang
diberikan untuk pengobatan anak saya,” kata Leni.
Leni
mengungkapkan, jika ada dermawan yang ingin memberikan bantuan, bantuan
tersebut bisa dikirimkan melalui kantor pos atas nama Leni Haini,
Batara Pos Cabang Jambi Sipin, kode pos 36121, nomor rekening
11495-01-57-000056-2. “Saya tidak punya rekening bank yang lain,” kata
Leni dengan polos.
Alhamdulillah
pula bahwa Kemenpora telah membantu Rp. 10 juta untuk membantu
pengobatan anak Leni. Demikian diberitakan di situs detik.com.
Mudah-mudahan
tulisan ini dapat menggerakkan kita semua untuk turut mengulurkan
bantuan dan meringankan beban Leni Haini dan penderitaan anaknya yang
menderita penyakit rapuh kulit. Amin …………….
0 Response to "Tidak Ada Gunanya Juara Asia, Bahkan Juara Dunia Sekalipun"
Post a Comment