VIVAnews - “Oi... bebudak mari bepelojoran
(belajar)...” suara Beteguh menggema di tengah rimba Bukit Dua Belas,
Jambi, Kamis 2 Mei 2013. Remaja 14 tahun itu kemudian menyandarkan papan
tulis kecil yang dibawanya pada gundukan tanah di depannya.
Tak lama kemudian, satu persatu anak-anak rimba datang mendekat.
Hanya mengenakan cawot (kain panjang yang digulung untuk menutupi
kemaluannya), enam anak itu segera mengelilingi Beteguh.
Di tangan ‘bebudak’ sudah siap buku dan pensil, mereka siap
mendengarkan penjelasan sang guru yang umurnya tidak terpaut jauh dari
mereka. Pagi itu, diantara kicau burung dan sahut-sahutan siamang,
Beteguh mengajarkan anak-anak rimba yang sebagian merupakan kerabatnya.
Dengan cekatan Beteguh menulis angka, dan mengajarkan anak rimba
melafalkannya.
Kemudian ia meminta anak-anak itu menyebutkan kembali nama-nama angka pada angka yang ditunjuknya. “Nio huruy apo (ini
huruf apa)” tanya Beteguh seraya menunjuk angka 3. Dengan cepat
murid-murid kecil itu berebut menyebut angka, ada yang tiga ada juga
yang menyebut empat. “Mumpa burung terbong angko tiga (seperti burung terbang angka tiga),” sebut Beteguh.
Begitulah cuplikan sekelumit siang di belantara Bukit Dua Belas
yang menjadi tempat tinggal 1.700 orang rimba, komunitas adat yang
hingga kini teguh memegang adat dan budaya mereka dengan menjadikan
rimba sebagai sumber hidup dan berpenghidupan.
“Bagi orang rimba, awalnya pendidikan dianggap budaya luar yang
akan merusak adat mereka. Namun seiring dengan semakin tingginya
interaksi dengan orang terang (sebutan orang rimba untuk masyarakat di
luar komunitas mereka) pendidikan baca tulis dan hitung dianggap
menjadi kebutuhan,” ujar Manager Komunikasi Komunitas Konservasi
Indonesia (KKI) Warsi, Rudi Syaf, Kamis 2 Mei 2013.
Orang Rimba yang Juara Kelas
Sejak 1998, KKI Warsi memperkenalkan pendidikan alternatif pada
Orang Rimba dengan konsep pendidikan yang sesuai dengan adat dan budaya
Orang Rimba, dan metode yang dipilih adalah baca tulis dan hitung.
Untuk memudahkan anak-anak rimba mengingat huruf dan angka, biasanya
huruf dan angka tersebut dianalogikan dengan benda-benda yang ada
disekitar mereka.
Kini metode pengajaran yang mengaitkan dengan lingkungan sekitar
dikenal dengan metode kontekstual teaching and learning dan diakomodir
dalam kurikulum 2013. Warsi dalam memberikan pendidikan untuk Orang
Rimba, selain dengan menerjunkan langsung staf ke lapangan, juga
mengembangkan kader-kader pendidikan, yaitu Orang Rimba yang mempunyai
kemampuan lebih untuk mengajar di kelompok-kelompok Orang Rimba. Salah
satunya adalah Beteguh yang sudah menjadi kader pendidikan sejak 2010
silam.
Beteguh tercatat sebagai siswa kelas VIII SMP 12 Satu Atap
Sarolangun. Awalnya merupakan peserta pendidikan alternatif Warsi sejak
2006 lalu. Pada 2011, Beteguh diikutkan ujian persamaan di SD 191
Pematang Kabau, Sarolangun. Kemampuan Beteguh dalam menyerap ilmu boleh
dibilang di atas rata-rata, hal ini diperlihatkan dengan diraihnya
sejumlah prestasi, termasuk juara kelas di SMP tempat dia bersekolah.
Sebagai kader pendidikan, tugas Beteguh adalah mengajar baca tulis
dan hitung anak-anak rimba lainnya yang tersebar di sejumlah kelompok
Orang Rimba di Bukit Dua Belas. Awalnya polanya tiga hari dia sekolah
formal yang kala itu kelas jauh dan 4 hari kembali ke rimba untuk
mengajar anak-anak rimba.
Namun kini sejak 3 bulan belakangan Beteguh sudah tercatat sebagai
siswa reguler di SMP tempat dia bersekolah, maka pengajarannya dia
sekolah dua minggu dalam sebulan dan dua minggu lagi dihabiskannya di
dalam rimba untuk mengajar anak-anak rimba. Pihak sekolah memberikan
kelonggaran bagi Beteguh untuk tidak sepanjang hari mengikuti pelajaran
di sekolah.
“Dari awal memang sudah kita bicarakan dengan pihak sekolah, bahwa
anak-anak rimba yang bersekolah di SMP satu atap ini, diberi kelonggaran
untuk tidak setiap hari masuk sekolah, dua minggu sekolah, dua minggu
mereka di dalam,” ujar Nazariah, Fasilitator Pendidikan Warsi.
Semangat anak-anak rimba untuk belajar sangat tinggi. Meski hanya
di atas tanah, tanpa bangku dan kursi apalagi seragam, mereka akan
bersemangat mendengarkan setiap penjelasan yang diberikan gurunya.
“Kami belajar huruy (huruf) dan angka supaya kami tidak dipaloloi
(dibodohi) orang supaya hutan rimba tempat hidup kami terpelihara dengan
baik. Sebab hutan rimba inilah sumber penghidupan kami Orang Rimba,”
sebut Beteguh yang merupakan anak ke tiga dari tujuh bersaudara ini
ketika ditanya motifasinya belajar dan mengajar.
Bagi Orang Rimba, yang dahulunya tidak mengenal huruf dan angka.
Kondisi ini telah menyebabkan mereka menjadi sasaran pembodohan banyak
pihak termasuk dalam penguasaan kawasan hidup. Dengan wilayah sebaran
yang luas, namun tidak memiliki bukti otentik yang diakui negara, sangat
mudah bagi banyak pihak seperti perusahaan HTI, sawit dan juga
transmigrasi untuk mencaplok kawasan hidup Orang Rimba.
Dengan adanya kemampuan baca tulis dan hitung pada anak-anak rimba,
paling tidak orang rimba sudah mulai tahu setiap surat yang disodorkan
ke mereka. Ini juga yang menjadi misi Beteguh dan kader guru rimba
lainnya, membebaskan anak-anak rimba dari buta aksara. Dengan pola
kunjungan belajar ke kelompok Orang Rimba, terbukti ampuh untuk
mengajarkan anak-anak rimba mengenal huruf dan angka serta menuliskannya
kembali.
Mengajak seluruh anak rimba ke sekolah formal untuk saat ini juga
masih belum menjadi solusi untuk mengatasi buta aksara bagi Orang Rimba.
Selain beban mata pelajaran di sekolah formal yang cukup rumit, juga
pola sekolah yang sehari-hari mengharuskan anak-anak masuk kelas
menyulitkan anak-anak rimba.
Belum lagi jarak tempuh yang sangat jauh dari sekolah formal ke
sekolah. Beteguh misalnya, jika dia akan bersekolah ke SMP harus
menempuh perjalanan sekitar 6 jam berjalan kaki dari genah (kediaman)
orangtuanya di Aek Behan Taman Nasional Bukit Dua Belas, dengan medan
turun naik bukit, sudah bisa dipastikan kondisi ini akan sulit bagi
anak-anak rimba untuk masuk ke sekolah formal.
Namun rintangan dan kondisi sulit ini tak menyurutkan langkah
Beteguh untuk menularkan ilmu pada anak-anak rimba Bukit Dua Belas. Tak
kurang dari 50 orang anak rimba yang menjadi anak didiknya yang tersebar
di berbagai kelompok di Bukit Dua Belas, seperti kelompok Orang Rimba
di Sungai Gemuruh, Sungai Punti Kayu, Sungai Tengkuyungon, Tanah
Kepayong, Pisang Krayak dan Nuaron Godong.
Jarak antar kelompok yang berjauhan dan hanya bisa ditempuh dengan
berjalan kaki selama 1-3 jam perjalanan. Namun Beteguh dengan senang
hati melakukannya. Karena ia ingin, tak ada lagi anak-anak Orang Rimba
yang tak bisa baca tulis hitung, tak ada anak-anak Rimba yang dengan
mudah dibodoh-bodohi orang hanya karena buta huruf seperti generasi
orang tuanya dulu.
Sempat Malu Belajar
Putra dari Mangku Basemen ini menceritakan, awalnya dia sempat malu
dan takut untuk ikut belajar. “Kalau ada ibu guru datang, akeh lari,
malu. Tapi akeh perlahan mulai diajak samo guru Warsi untuk belajar,
kamudian akeh tokang baca tuliy (tulis) hitung (saya pintar baca tulis
dan hitung) dan akeh dimasukkan ke SD dan kini SMP,” sebut remaja yang
bercita-cita menjadi peneliti ini.
Ketika menjadi guru untuk anak-anak rimba, kesulitan yang dialami
peraih ranking pertama di kelas VII SMP 12 Satu Atap Sarolangun ini,
adalah mengumpulkan murid-murid rimba kala ada kematian di anggota
kelompoknya. Belangun merupakan kepindahan orang Rimba ke tempat lain
untuk menghilangkan kesedihan, kala ada anggota kelompoknya yang
meninggal dunia.
“Kalau ado nang belangun, akeh susah mencari murid, jemput ke sana, cari ke sini, baru kami belajar,” urainya.
Di samping kesibukannya sekolah dan mengajar anak-anak rimba,
Beteguh juga tak melupakan aktivitas dia sebagai Orang Rimba. “Kalau
akeh sudah mengajar, akeh membantu orangtua, nyadap karet, nyimas
kebun,” ucap remaja yang gemar membaca berbagai jenis buku ini.
Kini di hari pendidikan yang merupakan peringatan hari kelahiran Ki
Hajar Dewantara yang merupakan tokoh nasional yang menggerakkan anak
bangsa untuk mendapatkan pendidikan yang layak. Beteguh dengan caranya,
sudah menerapkan semangat yang diwariskan oleh Ki Hajar Dewantara meski
Beteguh sendiri belum mengenal sosok pahlawan nasional ini. (umi)
Sumber : http://nasional.news.viva.co.id/news/read/409797-beteguh--bocah-smp-yang-jadi-guru-orang-rimba
0 Response to "Beteguh, Bocah SMP yang Jadi Guru Orang Rimba "
Post a Comment