Mbah Ginem Mengusik Nurani

blogger templates



sebuah pemberitaan tentang keluarga miskin di Desa Sonopatik, Kecamatan Berbek, Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur, menyeruak mencabik nurani. Bagaimana tidak, di tengah retorika pasangan calon presiden (Capres), tentang ekonomi dan kesejahteraan sosial di atas pentas debat, keluarga Mbah Ginem (82), bertahan hidup dengan menyantap bangkai ayam.
Bangkai ayam itu disantap bersama ketiga putra-putrinya, Satinah (45), Suparman (40), dan Suparti (35). Biasanya, yang mencari bangkai di sungai adalah Suparman, putra kedua Mbah Ginem.
Bangkai tersebut lalu dimasak oleh Sadinah, kakak Suparman. Setelah itu, mereka memakannya beramai-ramai, termasuk Suparti, anak bungsu Mbah Ginem yang kini lumpuh. Sadinah sudah lama stres berat akibat tekanan ekonomi.
Ia sempat menanggung biaya hidup dua adiknya. Namun, beberapa tahun terakhir, ia kehilangan pekerjaan. Bila diajak bicara, Sadinah seringkali menangis meratapi kondisi keluarganya. Jika tidak dapat bangkai, sehari-hari keluarga Mbah Ginem mengandalkan belas kasihan para tetangga.
Ironisnya, kendati kondisinya sangat memprihatinkan, belum pernah sekalipun Mbah Ginem mendapat uluran tangan pemerintah, yang sejatinya mengayomi dan melayani warganya.
Bukankah UUD 1945, tepatnya pada Pasal 34 ayat (1), tegas mengatakan fakir miskin dan anak terlantar dipelihara oleh negara?
Sungguh sebuah potret memilukan. Betapa negara ini abai. Kisah Mbah Ginem dan keluarganya, bisa jadi juga ditemukan di daerah lain di Tanah Air. Mbah Ginem hanya sebagai puncak dari gunung es kemiskinan Indonesia.
Sebab, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat jumlah penduduk miskin Indonesia per September 2013 mencapai 28,55 juta orang (11,47 persen). Jumlah ini meningkat 0,48 juta orang dibandingkan dengan penduduk miskin pada Maret 2013 yang tercatat 28,07 juta orang (11,37 persen).
Ironisnya, kemiskinan tak hanya terjadi di pedesaan, namun juga di daerah perkotaan.
Jumlah penduduk miskin di perkotaan naik 0,30 juta orang dari 10,33 juta orang pada Maret 2013 menjadi 10,63 juta orang pada September 2013.
Sementara, di perdesaan naik 0,18 juta orang 17,74 juta orang pada Maret 2013 menjadi 17,92 juta orang pada September 2013. Ada banyak faktor yang mengatrol peningkatan jumlah penduduk miskin. Satu di antaranya adalah tingkat pengangguran terbuka (TPT).
Masih berdasarkan data BPS, Kalbar juga menyumbang peningkatan jumlah penduduk miskin Indonesia. Pada periode yang sama, jumlah penduduk miskin Kalbar meningkat 25.160 orang atau naik 0,50 persen pada September 2013 yang berjumlah 394.170 orang dibandingkan Maret 2013 sebanyak 369.010 orang.
Kenaikan presentase penduduk miskin di Kalbar juga terjadi di pedesaan dan perkotaan. Jika di pedesaan naik dari 9,51 persen menjadi 10,07 persen, di perkotaan naik dari 5,30 persen menjadi 5,68 persen.
Jumlah penduduk miskin terbanyak tersebar di pedesaan dengan jumlah 316.400 orang dibanding perkotaan dengan 77.770 orang. Tanpa menapikan sejumlah program penanggulangan kemiskinan yang dilakukan pemerintah, faktanya hari ini masih banyak dijumpai warga yang hidup di bawah garis kemiskinan.
Data statistik dan empirik ini, sejatinya memantik nurani pemerintah untuk lebih intens bersentuhan dengan kaum papa. Tujuannya untuk menggali akar kemiskinan dan mencari solusi terbaik, agar kehidupan masyarakat miskin perlahan terangkat derajatnya.
Bahwa kemakmuran yang tumbuh subur dan kesejahteraan sosial bukan menjadi mimpi semata. Namun mampu dirasakan seluruh rakyat Indonesia. Akses menembus sumber-sumber ekonomi, sejatinya terbuka lebar.
Tentu kita semua berharap, retorika politik pasangan Capres Pabowo Subianto dan Joko Widodo, tak tuntas hanya di panggung debat. Melainkan, diejawantahkan dalam implementasi tepat sasaran saat memimpin jalannya roda pemerintahan, lima tahun ke depan. Semoga! (*)

0 Response to "Mbah Ginem Mengusik Nurani"

Post a Comment